UA-70817388-1

Pages - Menu

Selasa, 29 April 2014

TUJUAN BELAJAR MEMBANGKITKAN MOTIVASI SISWA "MATA KULIAH INTERAKSI MENGAJAR "

MATA KULIAH INTERAKSI MENGAJAR

TUJUAN BELAJAR MEMBANGKITKAN MOTIVASI SISWA

OLEH
  I Nyoman Agus Santika Ardiana  
                      
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Sejak lahir manusia memerlukan dunia luar untuk mengembangkan potensi dan melangsungkan hidupnya. Ia selalu mengadakan interaksi dengan dunia luar. Ia juga selalu belajar, menyesuaikan diri dengan dunia luar. Berbagai macam cara ia gunakan dalam kegiatan belajar (menyesuaikan diri dengan dunia luar) itu. Definisi belajar telah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Namun pada dasarnya belajar merupakan suatu proses mental yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku.Belajar bukan hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga untuk mengembangkan kemampuan (intelektual, sosial, fisik-motorik), dan pengembangan segi-segi afektif yaitu sikap, minat, motivasi, nilai-nilai moral dan keagamaan (Sukmadinta, 2004: 251).Belajar merupakan hal internal yang kompleks yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi rentah-rentah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Proses belajar mengaktualisasikan ranah-ranah tersebut tertuju pada bahan belajar tertentu kompleksitas belajar dipandang dari dua subjek, yaitu dari segi siswa dan dari segi guru. Guru, sebagai salah satu unsur pendidik harus memiliki kemampuan memahami bagaimana peserta didik belajar dan kemampuan mengorganisasikan  proses pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan dan bentuk watak peserta didik. Belajar dan pembelajaran satu sama lain memiliki keterkaitan substantif dan fungsional. Keterkaitan substantif belajar dan pembelajaran terletak pada simpulan terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu. Keterkaitan fungsional pembelajaran dan belajar adalah bahwa pembelajaran sengaja dilakukan untuk menghasilkan proses belajar atau dengan kata lain belajar merupakan parameter pembelajaran. Belajar diartikan sebagai tahapan aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku dan mental yang relatif sebagai bentuk respon terhadap situasi dan interaksi.
Nah, untuk mendukung hal tersebut tentunya diperlukanpelajaran sebagai penunjang dalam meraih cita-cita untuk masa depan.  Akan tetapi, banyak diantara kita yang menganggap pelajaran sebagai suatu kewajiban dan bukan sebuah kebutuhan, karena persepsinya akan berbeda antara kebutuhan dan kewajiban kalau kewajiban harus dilaksanakan seperti yang harus dilakukan oleh orang tua demi masa depan anaknya. Tapi selain itu orang tua juga harus menanamkan bahwa belajar itu sebuah kebutuhan bagi seorang anak.  Sehingga mampu nantinya membangkitkan motivasi siswa dalam belajar.


B.   Rumusan Masalah

Dalam penyusunan makalah ini akan dibahas beberapa masalah diantaranya:
1. Apa definisi dari belajar dan  motivasi ?
2. Apa saja ciri-ciri perubahan prilaku dalam belajar?
3. Bagaimana tujuan belajar?
4. Apa peran guru dalam memotivasi siswa?


C. Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi dari belajar dan motivasi
2. Untuk mengetahui saja ciri-ciri perubahan prilaku dalam belajar
3. Untuk mengetahui tujuan belajar
4. Untuk mengetahui  peran guru dalam  memotivasi siswa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Belajar dan Definisi Motivasi
1.   Definisi Belajar
a.   Depdiknas (2003) mendefinisikan belajar sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya.
b.  Skinner dalam bukunya Educational Psychology : The teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan eksperimennya, Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguat ( reinforcer )
c.   Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
2.   Definisi Motivasi
Dalam mendorong keberhasilan mewujudkan tujuan belajar, motivasi merupakan penentu yang sangat penting, bagaikan bensin yang dapat menggerakan mesin mobil menuju tempat tujuannya. Bagitulah arti penting motivasi, sebagaimana yang didefinisikan oleh Elliot (2000) bahwa motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan kita bertindak, mendorong kita pada arah tertentu, dan menjaga kita tetap bersemangat pada aktivitas tertentu.Motivasi membantu siswa cepat memahami pelajaran secara lebih baik sehingga mampu meraih tujuan belajar.
Menurut Hermine Marshall Istilah motivasi belajar mempunyai arti yang sedikit berbeda. Ia menggambarkan bahwa motivasi belajar adalah kebermaknaan, nilai, dan keuntungan-keuntungan kegiatan belajar belajar tersebut cukup menarik bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
Pendapat lain motivasi belajar itu ditandai oleh jangka panjang, kualitas keterlibatan di dalam pelajaran dan kesanggupan untuk melakukan proses belajar ( Carole Ames: 1990).

B. CIRI-CIRI PERUBAHAN PERILAKU
Jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri – ciri belajar. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
1.      Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2.      Perubahan yang berkesinambungan (continue).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3.      Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.


4.      Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5.      Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.
6.      Perubahan yang bersifat permanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7.      Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8.      Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Belajar adalah key term ( istilah kunci ) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan. Karena pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar  upaya riset dan eksperimen psikologi pendidikan pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.

C.   Peranan Guru dalam Mememotifasi Siswanya
Menurut Ramayulis (2004 : 171) motivasi adalah suatu proses mengantarkan anak didik kepada pengalaman yang diinginkan agar mereka dapat belajar. Sebagai proses, motivasi mempunyai fungsi antara lain :
1.   Memberi semangat dan mengaktifkan murid agar tetap berminat dan siap untuk belajar. Artinya seorang pendidik hendaknya tidak akan pernah berhenti memberi motivasi kepada anaknya agar terus belajar
2.   Memusatkan perhatian anak pada tugas – tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian belajar. Artinya pendidik harus memberikan perhatian kepada anak dan mengarahkan anak sesuai dengan bakat yang dimilikinya
3.   Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang. Artinya pendidik hendaknya bisa memenuhi kebutuhan anak didiknya, baik yang bersifat moril maupun materil dalam jangka waktu yang relatif panjang.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari luar. Kegiatan itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus dalam rangka mencapai tujuan.
Menurut Oemar Hamalik ( 2003 : 112 – 113 ) motivasi memiliki dua sifat, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
1.   Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan – tujuan dari dalam diri sendiri. Motivasi ini sering disebut motivasi murni atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri peserta didik, misalnya keinginan mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pemahaman, mengembangkan sikap untuk berhasil. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar dan hidup dalam diri peserta didik dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional.
2.   Motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Motivasi ini diperlukan, sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik. 
Sebagian siswa mungkin memiliki antusiasme dan motivasi tinggi terhadap pelajaran yang diberikan guru. Namun, sebagian besar siswa yang lain membutuhkan  guru mereka menginspirasi, memberikan tantangan, dan menstimulasi mereka. Bagi siswa yang bermotivasi diri rendah peranan guru sangat penting dalam meningkatkan motivasi ekstrinsiknya. Karakter dan tindakan guru di ruang kelas dapat mentransformasi derajat motivasi siswa sehingga menjadi lebih tinggi atau sebaliknya.
Sebagian besar siswa pada dasarnya akan merespon positif terhadap pengajaran kelas yang terorganisir dan guru yang tulus mencurahkan perhatian saat mengajar. Setiap aktivitas yang guru lakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran secara otomatis akan menambah motivasi belajar siswa. Tidak ada satu rumus dan formula instan yang dapat digunakan untuk memotivasi siswa. Kecuali kita memahami bahwa guru telah terdidik dan terlatih secara profesional dalam meningkatkan motivasi siswa. Secara ideal guru telah disiapkan dan terampil membangun cita-cita siswa.
Di samping guru, banyaknya faktor yang mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Bligh (1971) dan Sass (1989), motivasi siswa dalam belajar dipengaruhi oleh :
1. Ketertarikan siswa pada mata pelajaran.
2. Persepsi siswa tentang penting atau tidaknya materi tersebut
3. Semangat untuk meraih pencapaian
4. Kepercayaan diri siswa
5. Penghargaan diri siswa
6. Pengakuan orang lain
7. Besar kecilnya tantangan
8. Kesabaran
9. Ketekunan
10. Tujuan hidup yang hendak siswa capai.


D.  TUJUAN BELAJAR

Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena kemampuan berubahlah, manusia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah di bumi. Selain itu, dengan kemampuan berubah melalui belajar itu, manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan – keputusan penting untuk kehidupannya.
Pada hakikatnya pendidikan atau belajar  mempunyai tujuan, yaitu :
1.  Untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakekatnya, yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin. Dengan demikian secara potensial keseluruhan potensi manusia diisi kebutuhannya supaya berkembang secara wajar.
a.   Potensi jasmani (fisiologis dan panca indera), menurut ilmu kesehatan memerlukan gizi dan berbagai vitamin termasuk udara yang bersih dan lingkungan yang sehat sebagai prakondisi hidupnya.
b.   Potensi – potensi rohaniah (psikologis dan hati nurani ), juga membutuhkan makanan. Makanan rohniah ini terutama kesadaran cinta kasih, kesadaran kebutuhan/keagamaan, sastra, dan filsafat. Hidup rohaniah ini pangkal kebahagiaan manusia.
2.  Dengan mengingat proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia bersifat hidup dan dinamis, maka pendidikan wajar berlangsung selama hidup. 
Tujuan belajar menurut Soemitro sebagai mana yang dikutip Zahara Idris (1992) memiliki hirarki atau tingkatan sebagai berikut :
Tujuan umum belajar
a.      Memahami, mengerti dan mencintai dirinya ( individualitas )
Dalam belajar, kita tentu akan menemukan banyak pemahaman tentang berbagai hal. Belajar menjadikan kita memahami sesuatu yang belum diketahui menjadi sesuatu yang di ketahui. Perolehan pengetahuan yang kemudian menjadi sebuah ilmu, yakni dilalui melalui proses belajar. Namun, seyogyanya belajar itu adalah akan menyadarkan kita mengenai pemahaman tentang diri sendiri. Menurut saya, belajar itu seperti apapun khazanah yang ditelusuri dalam prosesnya tapi menjurus pada satu hal, memahami diri sendiri.

Belajar adalah sebuah proses memahami, menempatkan, mengerti mengenai manusia sebagaimana manusia. Dalam belajar tersebut kemudian, kita menemukan diri dari luasnya ilmu pengetahuan. Semakin banyak kita belajar, maka kita akan diarahkan pada satu hal, yakni memahami diri sendiri. Belajar dengan tujuan mengubah dunia, maka tentu akan menuntun kita pada pemahaman bahwa hal paling utama untuk dirubah adalah diri sendiri. Pepatah cina mengatakan, seribu langkah dimulai dari satu langkah kecil

b.      Memahami, mencintai dan mengerti orang lain ( sosialitoir )
Proses sosialitoir dilakukan setiap orang sejak lahir di muka bumi sampai meninggal. Bahkan, seorang bayi yang baru lahir melakukan sosialisasi. Contohnya belajar membuka mata untuk melihat dunia, belajar memegang sesuatu, dan belajar merasakan sesuatu. Bersamaan dengan berjalannya waktu, pembelajaran bayi mengenai dunia semakin kompleks. Misalnya belajar berjalan, berbicara, makan, dan mengenal lingkungan sekitar. Berdasarkan tahapannya, proses sosialisasi seseorang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosialisasi primer dan sekunder.
a. Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer terjadi pada anak berusia di bawah lima tahun. Pada usia ini seorang anak mengenal lingkungan terdekatnya, yaitu keluarga. Anak mulai mengenal ayah, ibu, kakak, paman, bibi, nenek, dan kakek. Melalui sosialisasi primer anak belajar tolong-menolong, toleransi, rela berkorban, taat beribadah, jujur, dan menyayangi anggota keluarga.
Proses sosialisasi primer mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Hal ini karena anak akan menerapkan hasil belajarnya dalam keluarga ke dalam pergaulan di masyarakat. Proses sosialisasi primer merupakan dasar seseorang melakukan sosialisasi sekunder.
b. Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder terjadi setelah sosialisasi primer berlangsung. Pada sosialisasi sekunder seseorang belajar memahami lingkungan di luar keluarganya. Pada proses sosialisasi itu masyarakat atau orang lain mempunyai peranan penting. Sosialisasi sekunder diterima melalui pendidikan di sekolah dan pengalaman hidup. Ketika seseorang belajar menghormati guru, menyayangi sahabat, menghargai tetangga, pada saat itulah sosialisasi sekunder sedang berlangsung.
Hal ini menunjukkan setiap individu melakukan proses sosialisasi tanpa terkecuali. Setiap individu melakukan sosialisasi karena individu tersebut berupaya menjadi bagian dari suatu masyarakat. Melalui sosialisasi, individu mengenal dan memahami kebiasaan, perilaku, adat istiadat, dan peraturan lain yang berlaku di masyarakat. Secara umum, terdapat dua pola sosialisasi yang berkembang di masyarakat, yaitu sosialisasi represif dan partisipatif.
c.       Menyadari, memiliki norma kesusilaan dan nilai – nilai kemanusiaan
Nilai adalah sesuatu yang berguna dan baik yang dicita-citakan dan dianggap penting oleh masyarakat oleh masyarakat.sesuatu dikatakan mempunyai nilai,apabila mempunyai /kegunaan,kebenaran,kebaikan,keindahan dan religiositas.sedangkan Norma merupakan ketentuan yang berisi perintah-perintah atau larangan-larangan yang harus dipatuhi warga masyarakat demi terwujudnya nilai-nilai.
Nilai dan norma merupakan dua hal yang saling berhubungan dan sangat penting bagi terwujudnya suatu keteraturan masyarakat.nilai dalam hal ini adalah ukuran,patokan,anggapan dan keyakinan yang dianut orang banyak dalam suatu masyarakat.keteraturan ini bisa terwujud apabila anggota masyarakat bersikap dan berperilaku sesuai dan selaras dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.seseorang yang ingin memenuhi kebutuhan  sosial seperti,kegiatan bersama harus memerhatikan dan melaksanakan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.apabila dalam memenuhi kebutuhan tersebut mengabaikan nilai dan norma sosial yang berlaku,tentunya ketertiban dan keteraturan sosial tidak akan terwujud.
d.      Bertindak dan berbuat sesuai dengan kesusilaan, nilai – nilai hidup atas tanggung jawab sendiri demi kebahagiaan dirinya dan  masyarakat ( moralitas )
Moral dan moralitas itu tidak sekedar menunjukkan tingkah laku atau sikap semata, akan tetapi lebih kepada kompleks komponen yang menyangkut keduanya.[5] Dari asumsi ini, pernyataan moral dan moralitas tidak saja meliputi komponen sikap, akan tetapi sekaligus tingkah lakunya. Ini berarti bahwa moral sangat erat kaitannya dengan performasi dari tingkah laku tertentu. Lebih dari itu, ruang lingkup moral juga meliputi tipe-tipe motivasi, disposisi, dan intensi tertentu yang merupakan pra kondisi mutlak bagi tingkah laku moral. Konsep Sumantri mengenai moral dan moralitas tidak semata menyangkut tingkah laku dan sikap semata yang dapat diartikan secara terpisah, tetapi keduanya merupakan satu kesatuan yang dapat terewujud melalui performasi dan komponen kompleksitas antara tingkah laku dan sikap dalam bentuk motivasi, disposisi, dan intensi tertentu.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari semua pembahasan yang sudah kita bahas di atas ambil kesimpilan belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan kita bertindak, mendorong kita pada arah tertentu, dan menjaga kita tetap bersemangat pada aktivitas tertentu.

Peranan guru dalam memotifasi siswa agar tujuan belajar tidak hanya untuk meraih atau mendapatkan ilmu lebih kepada mengarahkan siswanya agar tumbuh kesadaran yang luas.

Dari semua upaya yang dapat dilakukan untuk memotifasi siswa agar tujuan belajar terlaksana dengan baik dapat di simpulkan tujuan belajar yaitu menghubungkan  materi pelajaran dengan kehidupan siswa sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA
·         Djamarah, Syaiful Bahri.2002, Psikologi Belajar. Cet I. Jakarta: Rineka Cipta.
·         M. Sardiman.1994. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Cet V. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
·         Taidin Suhaimin. 2008.Artikel Motivasi & Pembangunan Diri. Copyright UGMC. Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar