BAB I
PENDHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Seperti
halnya masyarakat yang belum di jamah oleh suatu agama, Nusantara yang sekarang
menjadi Indonesia mempunyai masyarakat yang menganut kepercayaan dinamisme dan
animisme, suatu kepercayaan yang sudah membudaya sekian lamanya. Sehingga
kemudian masuklah agama Hindu di Indonesia. Perkembangan agama Hindu di
Indonesia berlangsung pesat, hal itu dikarenakan adanya unsur-unsur kesamaan
antara agama Hindu dengan agama nenek moyang, antara lain pemujaan agama Hindu
terhadap Brahman dan para dewa tidak jauh berbeda dengan kepercayaan masyarakat
Indonesia waktu itu yang memuja roh-roh leluhur, dilihat dari tempat
pemujaannya dalam agama Hindu terdapat lingga, candi, dan arca, sedangkan
masyarakat setempat terdapat menhir, punden berundak, tahta batu, dan patung,
dilihat dari pelaksanaan upacara umat Hindu dipimpin oleh kaum Brahman
sedangkan masyarakat setempay dipimpin oleh dukun. Selain itu hal yang
menjadikan cepatnya penyebaran agama Hindu bahwa kedatangan agama Hindu di
Indonesia tidak merubah budaya asli, melainkan menjiwai sistem budaya yang
telah ada, sehingga mencerminkan nilai kebenaran, kebajikan dan keindahan.
Dalam
hal ini, kami akan memaparkan bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan
Hindu di Indonesia: masa kerajaan dan penjajahan (kemunculan agama Tirta dan
ajarannya) secara lebih luas, sehingga nantinya bisa dijadikan pembelajaran
bersama dan menjadi ilmu bantu untuk memahami keberadaan agama Hindu di
Indonesia
B. Rumusan
Masalah
Untuk
lebih mengarahnya pembahasan yang akan kami paparkan selanjutnya, sangat
dierlukan rumusan masalah sebagai batasan pembahasan kami, yaitu:
1. Bagaimana sejarah proses masuknya agama Hindu di Indonesia ?
2. Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan agama Hindu
di Indonesia pada masa kerajaan?
3.
Bagaimana sejarah agama Hindu di Indonesia pada masa penjajahan dan kapan
kemunculan agama Tirta di Indonesia?
C. Tujuan
1.
Mengetahui sejarah proses masuknya agama Hindu di Indonesia
2.
Mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan agama Hindu di Indonesia pada
masa kerajaan
3.
Mengetahui sejarah agama Hindu di Indonesia pada masa penjajahan dan kapan
kemunculan agama Tirta di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah dan Proses Masuknya Agama Hindu di Indonesia
Pada
permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat
peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini
menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas
perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu
jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia
yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada
di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:
- Sering
dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
- Kesempatan
melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
- Pergaulan
dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
- Pengaruh
asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan
pelayaran internasional menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India
merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam
bentuk budaya Hindu.
Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu
pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai
inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk
Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke
seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang
dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang
masuknya Agama Hindu ke Indonesia.
1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini
mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya
Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia
untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung
hipotesis ini adalah Van Leur.
2. Hipotesis Ksatria
2. Hipotesis Ksatria
Pada hipotesis
ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria.
Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan
antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh
menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula
yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha
mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula
terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch adalah salah
seorang pendukung hipotesis ksatria.
3. Hipotesis Waisya
3. Hipotesis Waisya
Menurut para pendukung
hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah
berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak
berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah
membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom
adalah salah satu pendukung dari hipotesis waisya.
4. Hipotesis Sudra
4. Hipotesis Sudra
Von van Faber
mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan
sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan
mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang
memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan
bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh
orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia
adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan).
Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang
dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut
merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama
Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa
Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi
petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7
Masehi.
Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah
mengubah dan menambah khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.
1. Agama
Ketika memasuki zaman
sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama
Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut
membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama,
upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.
2. Pemerintahan
2. Pemerintahan
Sistem pemerintahan
kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok
kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang
terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu,
lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.
3. Arsitektur
3. Arsitektur
Salah satu tradisi
megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu
dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita
memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas
yang berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya
India-Indonesia.
4. Bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan
beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta.
Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia
memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa
Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila,
Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.
5. Sastra
5. Sastra
Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar
dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab
Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia
untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya sastra yang muncul di Indonesia
adalah:
- Arjunawiwaha,
karya Mpu Kanwa,
- Sutasoma,
karya Mpu Tantular, dan
- Negarakertagama,
karya Mpu Prapanca.
Agama Hindu berkembang di India pada ± tahun 1500 SM. Sumber
ajaran Hindu terdapat dalam kitab sucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri atas 4
Samhita atau “himpunan” yaitu:
- Reg
Weda, berisi syair puji-pujian kepada para dewa.
- Sama
Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.
- Yajur
Weda, berisi mantera-mantera untuk upacara keselamatan.
- Atharwa
Weda, berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit.
Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci
lainnya yaitu:
- Kitab
Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.
- Kitab
Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.
Agama Hindu menganut polytheisme (menyembah banyak dewa),
diantaranya Trimurti atau “Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi” yaitu:
- Dewa
Brahmana, sebagai dewa pencipta.
- Dewa
Wisnu, sebagai dewa pemelihara dan pelindung.
- Dewa
Siwa, sebagai dewa perusak.
Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu
Dewa Indra pembawa hujan yang sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni
(api) yang berguna untuk memasak dan upacara-upacara keagamaan. Menurut agama
Hindu masyarakat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau kasta yang disebut
Caturwarna yaitu:
- Kasta
Brahmana, terdiri dari para pendeta.
- Kasta
Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.
- Kasta
Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.
- Kasta
Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.
Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau
candala, yaitu orang di luar kasta yang telah melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya,
Benares sebagai tempat bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya
dapat mensucikan dosa umat Hindu, sehingga bisa mencapai puncak nirwana.
B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Agama
Hindu di Indonesia pada Masa Kerajaan
* Kerajaan Kutai
Kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia
adalah kerajaan Kutai. Kerajaan ini terletak di Kalimantan, tepatnya di hulu
sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menggambarkan kerajaan tersebut. Tujuh buah yupa merupakan sumber utama bagi
para ahli untuk menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu
yupa tersebut, diketahui bahwa raja yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu
adalah Mulawarman.
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu
Kudungga, Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa
Sansekerta. Putra Kudungga, Aswawarman, kemungkinan adalah raja pertama
kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti
Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk
Keluarga.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa,
diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami
masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hamper seluruh wilayah Kalimantan
Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
*Kerajaan Tarumanegara
Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh
dari prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan. Namun, tulisan pada beberapa
prasati, seperti pada Prasati Muara Cianten dan Prasasti Pasir Awi sampai saat
ini belum dapat diartikan. Banyak informasi berhasil diperoleh dari tulisan
pada kelima prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti
terpanjang, Tujuh prasasti dari kerajaan Tarumanegara adalah: Prasasti
Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten,
Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti Munjul.
Sumber sejarah penting lain yang dapat menjadi
bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara adalah catatan sejarah pengelana Cina.
Catatan sejarah pengelana Cina yang menyebutkan keberadaan Kerajaan
Tarumanegara adalah catatan perjalanan pendeta Cina Fa-Hsein, pada tahun414 dan
catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti Tang. Dari salah satu prasasti,
yakniPrasati Ciaruteun yang ditemukan di Desa Ciampea, Bogor, diketahui bahwa
Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah berani. Data sejarah yang lebih
jelas, terdapat pada Prasasti Tugu. Pada prasasti yang panjang ini, dikatakan
bahwa pada tahun pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman telah menggali Sungai
Gomati. Dari prasati tersebut, dapat disimpulkan bahwa Purnawarman memerintah
dalam waktu yang cukup lama.
* Kerajaan Melayu
Kerajaan-kerajaan Buddha di Sumatra muncul pada
sekitar abad ke-6 dan ke-7. Sejarah mencatat ada dua kerajaan bercorak Buddha
di Sumatra, yaitu Kerajaan Melayu dan Kerajaan Sriwijaya. Nama kerajaan
Sriwijaya selanjutnya mendominasi hamper seluruh informasi tentang kerajaan
dari Sumatra pada abad ke -7 hingga ke-11. Kerajaan Melayu merupakan salah satu
kerajaan tertua di Indonesia. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang bias
ditemukan, Kerajaan Melayu diperkirakan berpusat di daerah Jambi, tepatnya di
tepi alur Sungai Batanghari. Di sepanjang alur Sungai Batanghari ditemukan
banyak peninggalan berupa candi dan arca.
Sumber sejarah lain yang dapat dipergunakan
sebagai petunjuk keberadaan Kerajaan Melayu adalah catatan dari seorang
pengelana dari Cina yang bernama I-Tsing (671-695). Ia menyebutkan bahwa pada
abad ke-7 terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Melayu yang secara politik
dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Dari cerita I-Tsing,
diketahui bahwa Kerajaan Melayu terletak ke dalam Selat Malaka yang merupakan
jalur perdagangan terdekat antara India dan Cina. Menurut Kitab
Negarakertagama, pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan di Jawa
mengadakan ekspedisi penaklukan ke Sumatra. Ekspedisi tersebut disebut
ekspedisi Pamalayu.
Setelah cukup lama di bawah kekuasaan Sriwijaya,
Kerajaan Melayu muncul kembali sebagai pusat kekuasaan di Sumatra. Pada abad
17, adityawarman, putra Adwayawarman memerintah Kerajaan Melayu. Adityawarman
memerintah hingga tahun 1375. Kemudian, digantikan oleh anaknya Anangwarman.
* Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya yang muncul pada abad ke-6,
pada mulanya berpusat di sekitar Sungai Batanghari, pantai timur Sumatra. Pada
perkembangannya, wilayah kerajaan Sriwijaya meluas hingga meliputi wilayah Kerajaan
Melayu, Semenanjung Malaya, dan Sunda (kini wilayah Jawa Barat). Catatan
mengenai kerajaan-kerajaan di Sumatra didapat dari seorang pendeta Buddha
bernama I-Tsing yang pernah tinggal di Sriwijaya antara tahun 685-689 M. Pada
tahun 692, ketika I-Tsing, bias disimpilkan bahwa Sriwijaya telah menaklukan
dan menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya.
Dari Prasasti Kedukan Bukit (683), dapat
diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya
dengan menaklukan daerah Minangatamwan, Jambi. Daerah Jambi sebelumnya adalah
wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan wilayah taklukan pertama Kerajaan
Sriwijaya. Dengan dikuasainya wilayah Jambi, Kerajaan Sriwijaya memulai
peranannya sebagai kerajaan maritim dan perdagangan yang kuat dan berpengaruh
di Selat Malaka. Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 menuju ke
arah selatan dan meliputi daerah perdagangan Jawa di Selat Sunda.
Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa
pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada masa itu, kegiatan perdagangan luar
negeri ditunjang juga dengan penaklukan wilayah-wilayah sekitar. Sepanjang abad
ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas kea rah utara dengan menguasai
Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina
Selatan. Sejarah tentang Raja Balaputradewa dimuat dalam dua prasasti, yaitu
Prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor.
Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri
Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan Sri Sanggrama
Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Chola dari India
yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu disebabkan oleh seranggan yang
dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan Rajendracoladewa atas wilayah
Sriwijaya di semenanjung Malaya. Serangan-serangan tersebut menyebabkan
kemunduran kerajaan Sriwijaya.
* Kerajaan Mataram Kuno
Di wilayah Jawa Tenggah, pada sekitar abad ke-8,
perkembangan sebuah Kerajaan Mataram Kuno. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram
Kuno disebut Bhumi Mataram yang terletak di pedalaman Jawa Tenggah. Daerah
tersebut memiliki banyak pegununggan dan sungai seperti Sungai Bogowanto,
Sungai Progo, dan Bengawan Solo. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno juga
sempat berpindah ke Jawa Timur. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa
Tenggah ke Jawa Timur disebabkan oleh dua hal.
1. Selama abad ke-7 sampai ke-9, terjadi
serangan-serangan dari Sriwijawa ke Kerajaan Mataram Kuno. Besarnya pengaruh
Kerajaan Sriwijaya itu menyebabkan Kerajaan Mataram Kuno semakin terdesak ke
wilayah timur.
2. Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang
dianggap sebagai tanda pralaya atau kehancuran dunia. Kemudian, letak kerajaan
di Jawa Tenggah dianggap tidak layak lagi untuk ditempati.
Dinasti Sanjaya
Prasasti Canggal yang ditemukan di halaman Candi
Gunung Wukir memberikan gambaran yang cukup jelas tentang kehidupan politik
Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini bertuliskan tahun654 Saka atau 732, ditulis
dengan huruf Palawa yang menggunakan bahasa Sansekerta. Kerajaan Mataram Kuno
didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya
Sanjaya. Masa pemerintahan Sanna dan Sanjaya dapat kita ketahui dari deskripsi
kitab Carita Parahyangan. Dalam prasasti lain, yaitu Prasasti Balitung, Raja
Sanjaya dianggap sebagai pendiri Dinasti Sanjaya, penguasa Mataram Kuno.
Sanjaya dinobatkan sebagai raja pada tahun 717
dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Kedududkan Sanjaya sangat kuat
dan berhasil menyejahterakan rakyat Kerajaan Mataram Kuno. Sanjaya menyebarkan
pengaruh Hindu di pulau Jawa. Hal ini ditempuh dengan cara mengundang
pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di Kerajaan Mataram Kuno. Raja Sanjaya
juga mulai pembangunan kuil-kuil pemujaan berbentuk candi. Stelah Raja Sanjaya
meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran.
Raja Rakai Panangkaran banyak mendirikan candi,
seperti Candi Sewu, Candi Plaosan dan Candi Kalasan. Dari bukti-bukti tersebut,
diketahui bahwa Raja Rakai Panangkaran beragama Buddha. Raja Mataram Kuno
setelah Rakai Panangkaran berturut-turut adalah Rakai Warak dan Rakai Garung.
Raja Mataram Kuno selanjutnya adalah Rakai Pikatan. Persaingan dengan Dinasti
Syilendra yang waktu itu diperintahkan oleh Raja Samaratungga dianggap
menghalangi cita-citanya untuk menjadi Penguasa tunggal di Pulau Jawa.
Pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua
dinasti tersebut melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari keluarga
Sanjaya dengan Pramodawardhani (Putri Raja Samaratungga), dari keluarga
Syailendra. Namun, perkawinan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani tidak
berjalan lancer. Setelah Samaratungga wafat, Kekuasaan beralih kepada
Balaputradewa yang merupakan adik tiri dari Pramodawardhani. Menurut beberapa
Prasasti, seperti Prasasti Ratu Boko (856), menunjukkan telah terjadinya perang
saudara antara Rakai Pikatan dengan Balaputradewa.
Balaputradewa mengalami kekalahan dan melarikan
diri ke Swarnadwipa(Sumatra). Ia kemudian berkuasa sebagai raja, mengantikan
kakeknya di kerajaan Sriwijaya. Hal ini dapat dapat diketahu dari Prasasti
Nalanda (India), yang menyatakan bahwa Raja Deewapaladewa dari Bengala
menghadiahkan sebidang tanah kepada Raja Balaputradewa dari Swarnadwipa untuk
membagun sebuah biara.
Setelah Balaputradewa dikalahkan, wilayah
Kerajaan Mataram Kuno menjadi semakin luas kearah selatan (sekarang
yogyakarta). Daerah ini dahulunya adalah wilayah Dinasti Syailendra. Rakai
Pikatan mengusahakan agar rakyat dinasti Sanjaya dan Syailndra dapat hidup
rukun. Pada masa ini, dibangun kuil pemujaan berbentuk candi, Seperti Candi
Prambanan. Menurut Prasasti Siwagraha, Rakai Pikatan dan raja-raja Mataram Kuno
berikutnya masih tetap menganut agama Hindu Siwa.
Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai
Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu
oleh sebuah dewan penasehat yang juga jd pelaksana pemerintahan. Dewan yang
terdiri atas lima patih yang dipimpin oleh seorang mahapatih ini sangat penting
perananya. Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang. Raja Mataram
Kuno yang diketahui kemudian adalah Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja
Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu adalah Raja Mataram Kuno
yang sngat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram
Kuno dari ancaman perpecahan.
Dimasa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan
struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram
terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan
raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya. Rakryan I Halu,dan Rakryan I
Sirikan Struktur tiga pejabat itu menjadi warisan yang terus digunakan oleh
kerajaan-kerajaan Hindu berikutnya, seperti Kerajaan Singasari dan Majapahit.
Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung
juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti
Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat
silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja
Balitung wafat pada tahun 910, Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami
pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke Jawa Timur.
Sri Maharaja Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan
i Hino, tidak lama memerintah Kerajaan Mataram Kuno. Penggantinya, Sri Maharaja
Tulodhong juga mengalami nasib serupa.
Dibawah pimpinan Sri Maharaja Rakai Wawa.
Kerajaan Mataram Kuno dilanda kekacauan dari dalam, yang membuat kacau ibu
kota. Sementara itu, kekuatan ekonomi dan politik Kerajaan Sriwijaya makin
mendesak kedudukan Mataram di Jawa. Pada masa itu, wilayah kerajaan mataram
kuno juga dilanda oleh bencana letusan Gunung Merapi yang sangat membahayakan
ibu kota kerajaan. Seluruh masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh Rakai
Wawa. Ia wafat secara mendadak. Kedudukannya kemudian digantikan oleh Mpu
Sindok yang waktu itu menjadi Rakryan i Hino.
Dinasti Syailendra
Dinasti Syailendra berkuasa didaerah Begelan dan
Yogyakarta pada pertengahan abad ke-8. Beberapa sumber sejarah tentang Dinasti
Syailendra yang berhasil ditemukan, antara lain prasasti Kalasan, Kelurak, Ratu
Boko, dan Nalanda. Prasasti Kalasan (778), menyebutkan nama Rakai Panangkaran
yang diperintahkan oleh Raja Wisnu, penguasa Dinasti Syailendra, untuk
mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah vihara bagi para
pendeta. Rakai Panangkaran kemudian memberikan Desa Kalasan kepada Sanggha
Buddha. Prasasti Ratu Boko (856), menyebutkan Raja Balaputradewa kalah dalam
perang saudara melawan kakaknya, yaitu Pramodhawardani. Kemudian, ia melarikan
diri ke Kerajaan Sriwijaya. Prasasti Nalanda (860), menyebutkan asal usul Raja
Balaputradewa. Disebutkan bahwa Raja Balaputradewa adalah putra dari Raja
Samaratungga dan cucu dari Raja Indra.
Pada abad ke-8, Dinasti Sanjaya yang memerintah
KerajaanMataram Kuno mulai terdesak oleh dinasti Syailendra. Hal itu kita
ketahui dari prasasti Kalasan yang menyebutkan bahwa Rakai Panangkaran dari
keluarga Sanjaya diperintah oleh Raja Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan,
sebuah candi Buddha. Dinasti Syailendra muncul dalam sejarah Kerajaan Mataram
Kuno tidak lebih dari satu abad. Pengaruh Dinasti Syailendra terhadap kerajaan
Sriwijaya juga semakin kuat karena Raja Indra menjalankan strategi perkawinan
politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang bernama Samaratungga dengan salah
seorang putri Raja Sriwijaya.
Pengganti Raja Indra adalah Raja Samaratungga.
Pada masa kekuasaannya, dibangun Candi Borobudur. Namun, sebelum Candi tersebut
selesai dibangun, Raja Samaratungga meninggal dunia, dalam sebuah perang
saudara. Balaputradewa kemudian melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya dan menjadi
raja disana.
* Kerajaan Medang Kemulan
Kerajaan Medang kemulan diperkirakan terletak di
Jawa Timur, tepatnya di muara Sungai Brantas. Ibu kota Medang Kemulan adalah
Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada
awalnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kemulan mencakup daerah Nganjuk,
Pasuruan, Surabaya, dan Malang.
Prasasti yang menyebutkan keberadaan Kerajaan
Medang Kemulan, antara lain adalah Prasasti Mpu Sindok dan Prasasti Kalkuta.
Prasasti Mpu Sindok ditemukan di Tangeran, Bangil, dan Nganjuk. Prasasti
bertahun 933 yang ditemukan di Tangeran, Jombang, menyebutkan bahwa Raja Mpu
Sindok memerintah Kerajaan Medang Kemulan bersama permaisurinya Sri Wardhani
Mpu Kebi. Selain Prasasti Mpu Sindok, sumber sejarah yang lain adalah Prasasti
Kalkuta.
Prasasti bertahun 951 M ini berasal dari Raja
Airlangga yang menyebutkan silsilah keturunan raja-raja dari Raja Mpu Sindok.
Dari beberapa sumber yang ditemukan, diketahui bahwa sebelum menjadi raja, Mpu
Sindok pernah memangku jabatan sebagai Rakai Halu dan Rakai Mapatih i Hino pada
kerajaan Mataram. Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kemulan dari tahun 929
hingga 948. Mpu Sindok memerintah bersama permaisuri yang bernama Mpu Kebi,
yang bergelar Sri Prameswari Wardhani Mpu Kebi. Nama permaisuri Mpu Kebi atau
Dyah kebi ini dapat ditemukan dalam Prasasti Cunggrang dan Prasasti Geweg.
Dari Prasasti Pucangan, kita memperoleh
keterangan tentang para pengganti Mpu Sindok. Pengganti Mpu Sindok yang
terkenal adalah Sri Dharmawangsa dengan gelar Teguh Anantawikramattanggadewa.
Dari prasasti ini di ketahui bahwa pada tahun 1016 Kerajaan Medang Kemulan
diserang oleh Kerajaan Wurawari dan Waram. Pulau Jawa digambarkan mengalami
sebuah pralaya (tragedy) yang menyebabkan banyak orang yang meninggal, termasuk
Sri Maharaja Dharmawangsa. Dalam peristiwa itu, Airlangga (menantu
Dharmawangsa) berhasil melarikan diri ke hutan Wonogiri bersama pengawalnya,
Narottama. Mereka hidup bersama dengan para pertapa selama hamper dua tahun
sampai akhirnya Airlangga berhasil menguasasi Kerajaan Medang Kemulan kembali
pada tahun 1019.
Pada tahun 1029, Airlangga berhasil mengalahkan
Raja Wishnupraba dari Waratan. Setahun Kemudian, Raja Wengker berhasil
ditaklukannya. Akhirnya, pada tahun 1032, Raja Wurawari yang dulu menghancurkan
Dharmawangsa berhasil dikalahkan. Setelah musuh-musuhnys dikalahkan, Airlangga
mulai menata negaranya. Ia dibantu oleh Narottama yang diberi gelar Rakryan Kanuruhan.
Airlangga kemudian mengangkat putrinya yang bernama Sanggraman Wijayatunggadewi
menjadi Rakryan Mahamantri i Hino untuk menjadi raja. Namun, rupanya sang
putrid tidak berambisi menjadi raja dan memilih menjadi pertapa.
Dengan mundurnya putri mahkota, pada tahun 1044,
Airlangga memutuskan untuk membagi kerajaan menjadi dua. Kedua kerajaan ini
masing-masing dipimpin oleh dua putranya. Hal itu dilakukan Raja Airlangga
untuk mencegah terjadinya perang saudara. Dengan bantuan seorang Brahmana
bernama Mpu Bharada, Kerajaan Medang Kemulan dibagi dua. Kerajan Jenggala (yang
berarti hutan)dan Kerajaan Panjalu (kediri). Jenggala beribu kota di Kahuripan
dan Panjalu beribukota di Daha.
* Kerajaan Kediri
Raja Sri Jayawarsha merupakan raja pertama
Kerajaan Kediri. Raja yang bergelar Sri Jayawarsha Digjaya Shastra Prabhu ini
mengaku dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu seperti Airlangga. Raja kerajaan
kediri selanjutnya adalah Bameswara. Bameswara bergelar Sri Maharaja Rakai
Sirikan Sri Kameshwara Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama
Digjayatunggadewa. Dalam kitab Kakawin Smaradahana, karangan Mpu Dharmaja,
diceritakan bahwa Raja Bameswara adalah keturunan pendiri Dinasti Isyana yang
menikah dengan Chandra Kirana, putrid Jayabhaya.
Jayabhaya bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara
Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parkrama Digjayotunggadewa
Jayabhayalanchana. Pada masa pemerintahan Jayabhaya, terjadi perang saudara ini
diabadikan dalam bentuk Kakawin Bharatayuddha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan
Mpu Punuluh. Jayabhaya berhasil memenangkan perang saudara tersebut sehingga
wilayah Kediri berhasil disatukan lagi dengan wilayah Jenggala. Peristiwa
kemenangan ini diabadikan dalam Prasasti Ngantang. Pengganti Jayabhaya yaitu
Sarweswara dari Aryyeswara, tidak banyak diketahui. Raja berikutnya adalah
Gandra. Pada masa pemerintahannya, Gandra menyempurnakan struktur pemerintahan
yang diwariskan Kerajaan Medang Kemulan.
Para pejabat diberi gelar tertentu dengan
nama-nama hewan, seperti Gajah atau Kebo. Penggunaan nama-nama tersebut menjadi
tanda pengenal kepangkatan tertentu di Kerajaan Kediri. Setelah Gandra,
pemerintahan Kerajaan Kediri dipimpin oleh Raja Kameshwara. Pemerintahan
Kameshwara ditandai dengan pesatnya hasil karya sastra Jawa. Pada masa
pemerintahannya, cerita-cerita panji atau kepehlawanan banyak dihasilkan
seperti juga bentu cerita kakawin.
Raja kerajaan Kediri berikutnya adalah Kertajaya
atau Srengga. Pada masa pemerintahannya, Kediri mulai mengalami masalah dan
ketidakstabilan. Hal ini karena Kertajaya berusaha membatasi dan mengurangi hak
istimewa para kaum Brahmana saat itu, di daerah Tumapel (sekarang Malang)
muncul kekuatan baru di bawah pimpinan Ken Arok. Perlahan-lahan, terjadi arus
pelarian para Brahmana dari wilayah Kediri menuju Tumampel. Kertajaya menyikapi
arus pelarian ini dengan mengerahkan tentara Kerajaan Kediri untuk menyerbu
Tumapel.
Perang antara pasukan Kertajaya dan Ken Arok
terjadi di Ganter (1222). Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan kekuasaan
pasukan Kertajaya dan dengan sendirinya mengakhiri kekuasaan Kerajaan Kediri.
* Kerajaan Singasari
Sumber sejarah tentang Kerajaan Singasari di
Jawa Timur adalah kitab-kitab kuno, seperti Pararaton (Kitab Raja-Raja) dan
Negarakertagama. Kedua kitab itu berisis sejarah raja-raja. Kerajaan Singasari
dan majapahit yang saling berhubungan erat. Ketika Ken Arok berkuasa di
Tumapel, di Kerajaan Kediri berlangsung perselisihan antara Raja Kertajaya
dengan para Brahmana. Para Brahmana tersebut melarikan diri ke Tumapel. Namun,
dalam pertempuran di Ganter, ia mengalami kekalahan dan meninggal. Kemudian,
Ken Arok menyatukan Kerajaan Kediri dan Tumapel, serta mendirikan Kerajaan
Singasari. Ia bergelar Sri Rangga Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di
Jawa Timur.
Dari istri yang pertamanya yang bernama Ken
Umang, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu,
Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok
mempunyai empat orang anak, yaitu Mahisa Wong ateleng, Panji Sabrang, Agni
Bhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki seorang anak tiri, yaitu
Anusapati yang merupakan anak Tunggal Tunggul ametung dan Ken Dedes. Tunggul
Ametung adalah Bupati Tumapel yang dibunuh Ken Arok.
Pada tahun1227, masa pemerintahan Ken Arok
berakhir ketika ia dibunuh oleh anak tirinya Anusapati, sebagai balas dendam
terhadap kematian Ayahnya. Diceritakan bahwa Ken Arok dibunuh dengan
menggunakan keris Mpu Gandring yang di pakai untuk membunuh Tunggul Ametung.
Kemudian Ken Arok dimakamkan di Kagenengan (sebelah selatan Singasari). Setelah
Ken Arok wafat, Anusapati yang bergelar Amusanatha, naik tahta sebagai raja
kedua Kerajaan Singasari. Anusapati memerintah sampai tahun 1248. Tohjaya yang
mengetahui bahwa ayahnya dibunuh oleh Anusapati, merencanakan pembalasan dendam.
Tohjaya membunuh Anusapati juga dengan mengunakan keris Mpu Gandring.
Setelah Wafat, jenazahanusapati diperabukan di
Candi Kidal. Tohjaya kemudian mengantikan Anusapati menjadi Raja di Kerajaan
singasari pada tahun 1248. Ia tidak lama memerintah karena terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Sinelir dan Rajasa yang
digerakkan oleh Ranggawuni, anak Anusapati. Ranggawuni dibantu oleh Mahisa
Cempaka, anak Mahisa Wong Ateleng, saudara tiri Anusapati dari ibu yang sama.
Pemberontakan Ranggawuni berhasil menyerbu masuk
ke istana dan melukai Tohjaya dengan tombak. Tohjaya berhasil dilarikan oleh
para pengawalnya ke luar Istana, tetapi akhirnya meninggal di Katalang Lumbang.
Dengan wafatnya Tohjoyo. Tahta kerajaan Singasari kembali kosong.
Setelah tohjaya wafat, Ranggawuni naik tahta
pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wishnuwardhana. Mahisa Cempaka yang
telah membantunya merebut tahta, memperoleh anugrah kedudukan sebagai Ratu
Angabhaya, pejabat terpenting kedua di Kerajaan Singgasari dengan gelar
Narasinghamurti. Pada tahun 1254. Wishnuwardhana menobatkan anaknya yang
bernama Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Kumararaja (Raja Muda). Kertanegara
mendampingi ayahnya memerintah sampai tahun 1268. Ketika Wishnuwardhana
meninggal di Mandaragiri, ia dimuliakan di dua tempat yang berbeda. Di Candi
Jago (Jajaghu) sebagai Buddha Amoghapasha dan di Candi Weleri sebagai Siwa.
Setelah ayahnya wafat, Kertanegara sebagai raja
muda langsung dinobatkan sebagai Raja Singasari. Dalam menjalankan
pemerintahan, Kertanegara dibantu oleh tiga orang pejabat bawahan, yaitu
Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan dan Rakryan i Halu. Dibawah ketiga
Mahamantri, masih terdapat pula tiga orang pejabat bawahan, yaitu Rakryan
Apatih, Rakryan Demung, dan Rakryan Kanuruhan. Untuk mengatur soal keagamaan,
diangkat pejabat yang disebut Dharmadhyaksa ri Kasogatan.
Raja Kertanegara adalah raja yang terkenal dan
terbesar dari kerajaan Singasari. Ia mempunyai semangat Ekspansionis.
Kertanegara bercita-cita memperluas Kerajaan Singasari hingga keluar Pulau Jawa
yang disebut dengan istilah Cakrawala Mandala. Pada tahun 1275, ia mengirim
pasukan ke Sumatra untuk menguasai Kerajaan Melayu yang disebut sebagai
ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan Melayu berhasil di
taklukan tahun1260. Peristiwa ini diabadikan pada alas patung Amoghapasha di
Padangroco (Sungai Langsat) yang berangka tahun 1286.
Raja Melayu saat itu, Tribhuwana atau Raja
Mulawarmandewa, beserta rayatnya menyambut hadiah itu dengan suka cita. Hal ini
menunjukkan bahwa Kerajaan Melayu secara resmi berada dibawah kekuasaan Raja
Kertanegara. Kertanegara juga membawa putrid Melayu kembali ke Singasari untuk
dinikahkan dengan salah seorang bangsawan Singasari. Tujuh pengiriman arca dan
penaklukan Kejaan Melayu adalah untuk menghadang rencana perluasan kekuasaan
Kaisar Kubilai Khan dari Cina.
Diceritakan bahwa sudah beberapa kali utusan
dari Cina dating ke Kerajaan Melayu menurut pengakuan untuk tunduk kepada Cina.
Raja Kertanegara menolak mengirim upeti atau utusan sebagai pernyataan tunduk
kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim upeti atau utusan sebagai
pernyataan tunduk.
Pada tahun 1289, utusan Cina bernama Meng K’i
dikirim pulang ke Cina sehingga Kaisar Kubilai Khan marah dan mengirim pasukan
untuk menyerang Kerajaan Singasari. Sebagian besar pasukan Kerajaan Singasari
sedang dikirim ke Sumatra untuk menghadapi serangan pasukan Cina. Sementara
itu, Raja Jayakatwang di Kerajaan Kediri yang menjadi bawahan Kerajaan
Singasari melihat kesempatan yang baik untuk merebut kekuasaan. Pada tahun
1292, Raja Jayakatwang dengan pasukan Kerajaan Kediri menyerang Ibu kota
Kerajaan Singasari.
Menurut cerita, pada saat serangan musuh dating,
Raja Kertanegara beserta para pejabat dan pendeta sedang melakukan upacara
Tantrayana sehingga dapat dengan mudah mereka semua dibunuh oleh musuh.
Kerajaan Singasari akhirnya berhasil direbut oleh Jayakatwang, Raja Kediri.
* Kerajaan Bali
Informasi tentang raja-raja yang pernah
memerintah di Kerajaan Bali diperileh terutama dari prasasti Sanur yang berasal
dari 835 Saka atau 913. Prasasti Sanur dibuat oleh Raja Sri Kesariwarmadewa.
Sri Kesariwarmadewa adalah raja pertama di Bali dari Dinasti Warmadewa. Setelah
berhasil mengalahkan suku-suku pedalaman Bali, ia memerintah Kerajaan Bali yang
berpusat di Singhamandawa. Pengganti Sri Keariwarmadewa adalah Ugrasena. Selama
masa pemerintahannya, Ugrasena membuat beberapa kebijakan, yaitu pembebasan
beberapa desa dari pajak sekitar tahun 837 Saka atau 915. Desa-desa tersebut
kemudian dijadikan sumber penghasilan kayu kerajaan dibawah pengawasan hulu
kayu (kepala kehutanan). Pada sekitar tahun 855 Saka atau 933, dibangun juga
tempat-tempat suci dan pesanggrahan bagi peziarah dan perantau yang kemalaman.
Pengganti Ugrasena adalah Tabanendra Warmadewa yang
memerintah bersama permaisurinya, ia berhasil membagun pemandian suci Tirta
Empul di Manukraya atau Manukaya, dekat Tampak Siring. Pengganti Tabanendra
Warmadewa adalah raja Jayasingha Warmadewa. Kemudian Jayasadhu Earmadewa. Masa
pemerintahan kedua raja ini tidak diketahu secara pasti. Pemerintahan kerajaan
Bali selanjutnya dipimpin oleh seorang ratu. Ratu ini bergelar Sri Maharaja Sri
Wijaya Mahadewi. Ia memerintah pada tahun 905 Saka atau 938. Beberapa ahli
memperkirakan ratu ini adalah putrid Mpu Sindok dari kerajaan Mataram Kuno.
Pengganti ratu ini adalah Dharma Udayana
Warmadewa. Pada masa pemerintahan Udayana, hubungan Kerajaan Bali dan Mataram
Kuno berjalan sangat baik. Hal ini disebabkan oleh adanya pernikahan antara
Udayana dengan Gunapriya Dharmapatni, cicit Mpu Sendok yang kemudian dikenal
sebagai Mahendradata. Pada masa itu banyak dihasilkan prasasti-prasasti yang
menggunakan huruf Nagari dan Kawi serta bahasa Bali Kuno dan Sangsekerta.
Setelah Udayana wafat, Marakatapangkaja naik
tahta sebagai raja Kerajaan Bali. Putra kedua Udayana ini menjadi raja Bali
berikutnya karena putra mahkota Airlangga menjadi raja Medang Kemulan.
Airlangga menikah dengan putrid Darmawngasa dari kerajaan Medang Kemulan. Dari
prasasti-prasasti yang ditemukan terlihat bahwa Marakatapangkaja sangat menaruh
perhatian pada kesejahteraan rakyatnya. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah
yang luas termasak Gianjar, Buleleng. Tampaksiring dan Bwahan (Danau Batur). Ia
juga mengusahakn pembangunan candi di Gunung Kawi.
Pengganti raja Marakatapangkaja adalah adiknya
sendiri yang bernama Anak Wungsu. Ia mengeluarkan 28 buah prasasti yang
menunjukkan kegiatan pemerintahannya. Anak Wungsu adalah raja dari Wangsa
Warmadewa terakhir yang berkuasa di kerajaan Bali karena ia tidak mempunyai
keturunan. Ia meninggal pada tahun 1080 dan dimakamkan di Gunung Kawi (Tampak
Siring).
Setelah anak Wungsu, kerajaan Bali dipimpin oleh
Sri Sakalendukirana. Raja ini digantikan Sri Suradhipa yang memerintah dari
tahun1037 Saka hingga 1041 Saka. Raja Suradhipa kemudian digantikanJayasakti.
Setelah Raja Jayasakti, yang memerintah adalah Ragajaya selitar tahun 1155. Ia
digantikan oleh Raja Jayapangus (1177-1181). Raja terakhir Bali adalah Paduka
Batara Sri Artasura yang bergelar Ratna Bumi banten (Manikan Pulau Bali). Raja
ini berusaha mempertahahankan kemerdekaan Bali dari seranggan Majapahit yang di
pimpin oleh Gajah Mada. Sayangnya upaya ini mengalami kegagalan. Pada tahun
1265 Saka tau 1343, Bali dikuasai Majapahit. Pusat kekuasaan mula-mula di Samprang,
kemudian dipindah ke Gelgel dan Klungkung.
* Kerajaan Pajajaran
Pusat Kerajaan Pajajaran awalnya terletak di
daerah Galuh, jawa Barat. Raja pertama Kerajaan Pajajaran bernama Sena. Namun,
tahta Kerajaan Pajajaran kemudian direbut oleh saudara Raja Sena yang bernama
Purbasora. Raja Sena dan keluarganya terpaksa meninggalkan keratin. Tidak lama
kemudian, Raja Sena berhasil merebut kembali tahta Kerajaan Pajajaran.
Raja Pajajaran selanjutnya adalah Jayabhupati.
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Pajajaran mengembangkan ajaran Hindu
Waisnawa. Setelah Jayabhupati, Kerajaan diperintah oleh Rahyang Niskala Wastu
Kencana. Pada masa pemerintahannya, pusat kerajaan dipindahkan ke Kawali. Raha
Wastu kemudian digantikan oleh Hayam Wuruk. Peristiwa ini terjadi pada tahun
1357 dan disebut dalam kitab Pararaton sebagai Perang Bubat.
Ketika perang Bubat terjadi, Sri Baduga Maharaja
bersama seluruh pengiringnya tewas. Kerajaan Pajajaran diambil alih oleh Hyang
Bunisora (1357-1371), pengasuh putra mahkota Wastu Kencana yang masih kecil.
Hyang Bunisora berkuasa selama 14 tahun. Pada Prasasti Batu Tulis, raja ini
disebut juga Prabu Guru Dewataprani.
Kerajaan Pajajaran selanjutnya diperintah secara
berurutan oleh Wastu Kencana. Tohaan, lalu Sang Ratu Jayadewata. Pada masa pemerintahan
Sang Ratu Jayadewata, diperkirakan bahwa di Kerajaan Pajajaran telah terdapat
penduduk yang beragama islam. Hal ini tergambar dari tulisan seorang ahli
sejarah Portugis yang bernama Tome Pires (1513) yang mengatakan bahwa di
wilayah timur kerajaan ini terdapat banyak penganut Islam. Tampaknya pengaruh
Islam belum masuk ke pusat kerajaan. Namun, pengaruh Islam dari Kerajaan Demak
di Jawa Tegah mulai mengancam Kerajaan Pajajaran.
Oleh karena itu Jayadewata bermaksud meminta
bantuan Portugis di Malaka untuk menghadapi kerajaan Demak. Usaha itu terlambat
karena pada tahun1527, pasukan yang dipimpin oleh Falatehan dari Demak berhasil
menguasai pelabuhan Sunda Kelapa, pelabuhan terbesar Kerajaan Pajajaran. Ketika
itu, yang berkuasa di Pajajaran adalah Ratu Samiam, putra Jayadewata.
Setelah pelabuhan Sunda Kelapa direbut oleh
Kerajaan Demak, Kerajaan Pajajaran harus menghadapi serangan Kerajaan Banten
dari arah barat. Pengganti Samiam, yaitu Prabu Ratu Dewata, berusaha
mempertahankan ibu kota Pajajaran dari pasukan Maulana Hasanuddin dan putranya,
Maulana Yusuf. Pada tahun1579, Kerajaan Pajajaran akhirnya runtuh setelah
Kerajaan Banten yang bercorak Islam berhasil menguasai Ibu kota kerajaan.
Orang-orang Hindu Pajajaran yang tidak mau tunduk pada penguasa Islam akhirnya
melarikan diri kedaerah pedalaman dan kemudian hidup sebagai suku Badui.
* kerajaan Majapahit
Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan
terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit. Nama kerajaan ini berasal dari buah
maja yang pahit rasanya. Ketika orang-orang Madura bernama Raden Wijaya membuka
hutan di Desa Tarik, mereka menenukan sebuah pohon maja yang berubah pahit.
Padahal rasa buah itu biasanya manis. Oleh karena itu mereka menamakna
permukiman mereka itu sebagai Majapahit. Daerah ini merupakan daerah yang
diberikan Raja Jayakateang dari Kerajaan Kediri kepada Raden Wijaya. Raja
Wijaya adalah menantu Raja Kertanegara dari kerajaan Singasari. Pada saat
Kerajaan Singasari diserbu dan dikalahkan oleh Jayakatwang, Raden Wijaya
berhasil melarikan diri. Ia mencari perlindungan kepada Bupati Madura yang
bernama Arya Wiraraja. Dengan bantuan orang-orang Madura, ia membangun
pemuliman di Desa Tarik yang kemudian diberi nama Majapahit tersebut.
Pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari
1.000 buah kapal dengan 20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur. Tujuan
mereka adalah menghukum Raja Kertanegara yang menyatakan tidak mau tunduk
kepada Kaisar Kubilai Khan dari Cina. Mereka tidak mengetahui bahwa Raja
Kertanegara dari Singasari itu telah meninggal dikalahkan oleh Raja Jayakatwang
dari Kediri.
Melihat peluang ini, Raden Wijaya mengambil
kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singasari. Ia menggabungkan diri
dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di Kediri. Kerajaan Kediri
tidak mampu menghadapi serangan itu. Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan.
Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak
menyaka kalau kesempatan itu dipakai oleh Raden Wijaya untuk balik menyerang
mereka. Pasukan Raden Wijaya berhasil mengusir armada Cina kembali ketanah
airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majapahit dianggap sudah berdiri.
Raden Wijaya naik tahta sebagai Raja Majapahit
pada tahun 1293 dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana. Pada tahun 1295.,
berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul
oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden
Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu
Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura.
Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri
Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya sebagai Raja Majapahit.
Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang
meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh
Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager.
Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh
oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak
mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan
yang bergelar Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama
Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana.
Dari kitab Negarakertagama, digambarkan adanya
beberapa pemberontakan di masa pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi.
Pembrontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan di Sadeng dan Keta pada
tahun 1331. Namun pemberontakan itu pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh
Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar
kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah palapa), sebelum ia
dapat menundukan Nusantara.
Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan
Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu
Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada
tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Muruk dinobatkan sebagai raja Majapahit dan
bergelar Sri Rajasanagara. Gajah Mada diangkat sebagai Patih Hamangkubumi.
Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai
puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai wilayah yang sangat luas.
Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada Majapahit.
Gajah Mada meninggal tahun 1364. Meninggalnya
Gajah Mada menjadi titik tolak kemunduran Majapahit. Setelah Gajah Mada tidak
ada negarawan yang kuat dan bijaksana. Keadaan semakin memburuk setelah Hayam
Wuruk juga meninggal pada tahun 1389. Hayam Wuruk tidak memiliki putra mahkota.
Tahta kerajaan Majapahit diberikan pada menantunya yang bernama Wikramawardhana
(suami dari putri mahkota Kusumawardhani). Hayam Wuruk sebenarnya memiliki
putra yang bernama Bhre Wirabhumi. Namun, dia bukan anak dari permaisuri
sehingga tidak berhak mewarisi tahta Kerajaan Majapahit.
Meskipun demikian, Wirabhumi tetap diberi
kekuasaan di wilayah kekuasaan di wilayah Kerajaan sebelah Timur, yaitu
Blambangan. Dengan cara tersebut, kemungkinan perpecahan antara Bhre Wirabhumi
dan Wikramawardhana berhasil diredam. Masalah kembali timbul ketika tahta
Kerajaan Majapahit kembali kosong setelah Kusumawardhani meninggal dunia pada
tahun 1400. Wikramawardhana berniat untuk menjadi pendeta dan menunjuk
putrinya, Suhita, menjadi ratu Kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1401, pecah perang antara keluarga
Wikramawardhana dan Wirabhumi yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Perang
Paregreg baru berakhir pada tahun 1406 dengan terbunuhnya Bhre Wirabhumi.
Parang saudara ini semakin melemahkan Kerajaan Majapahit. Satu demi satu daerah
kekuasaannya melepaskan diri. Tidak ada lagi raja yang kuat dan mampu
memerintah kerajaan yang demikian luas. Menurut catatan. Kerajaan Majapahit
runtuh sekitar tahun 1500-qn yang didasarkan pada tahun bersimbol Sirna Ilang
Kertaning Bhumi.
C. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Hindu di Indonesia Pada Masa Penjajahan
(Kemunculan
agama Tirta dan Ajarannya)
Setelah
Zaman Waturenggong di Bali, perekmebangan agama Hindu di Bali tampaknya tidak
mengalami perubahan yang berarti. Apalagi setelah pemerintaha Sri Aji Dewa
Agung Gede (1825-1870) yang sangat lemah, yang memberi peluang beberapa
punggawa daerah untuk melepaskan diri dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil.
Kedatangan Belanda ke Indonesia khususnya ke Bali ikut memperkeruh sistem
kemasyarakatan, sehingga catur wangsasemakin kuat menjadi kasta ala
Bali.
Pada
tahun 1939 di Klungkung berdiri organisasi keagamaan bernama Tri Murti,
sedangkan di Singaraja berdiri Perkumpulan Bali Dharma Laksana.
Organisasi-organisasi tersebut bermaksud memperbaiki pelaksanaan agama melalui
penerbitan buku-buku, untuk meningkatkan kualitas umat. Pada zaman Jepang
didirikan Paruman Pandita Dharma yang bertujuan untuk mempersatukan berbagai
paham keagamaan yang terdapat di Bali. Pada waktu itu agama yang dianut oleh
masyarakat Bali adalah agama Siwa Raditya atau agama Sang
Hyang Surya (sesuai dengan dewa yang dipuja masyarakat Jepang).
Kemunculan Agama Tirta dan Ajarannya
Aagama
Tirta (air) muncul pada zaman kedudukan Belanda di Indonesia, karena agama ini
menyembah Siwa dan Budha, dan umumnya upacara yang diadakan oleh agama Tirta
menggunakan air suci. Sekarang nama resmi agama ini adalah agama Hindu Dharma.
Agama
Hindu Dharma adalah agama upacara, umat pada umumnya tidak berbicara mengenai
teologi namun setia menjalankan upacara agama sesuai petunjuk para imam.
Kepercayaan akan kehidupan reinkarnasi itu disertai upacara ngaben (pembakaran
mayat keluarga kaya). Mereka yang terpelajar mencari pengertian mengenai
dewa-dewi lokal dan ikatannya dengan sesama dewa. Sebagai contoh dewa Batara di
danau batur adalah saudara dewa Batara di gunung Agung, padahal keduanya
berasal dari dewa-dewi Jawa kuno. Untuk menjaga Bali, Dewa Jawa (Sang Hyang
Pasupati) mengirimkan 7 anak-anaknya ke Bali yang kemudian menjadi dewa-dewi
lokal.
Penyebaran
agama disamping melalui para imam (ajaran Weda) juga dengan kuat ditanamkan
melalui upacara dan tari-tarian, khususnya yang bertemakan Mahabarata dan
Ramayana, jugababad (sejarah tradisi) dan tutu/ satua (sejarah yang
diucapkan turun-temurun). Dewa utama di Bali adalah Trimurti Weda, yaitu Brahma
(pencipta), Wisnu (pemelihara) dan Syiwa (perusak). Tiap keluarga Bali memiliki
kuil (sangga) beruang tiga untuk menyembah Trimurti dan roh-roh nenek-moyang.
Di tingkat desa, desa adat memiliki tiga kuil (pura-tiga kayangan), yaitu
pura Desa, Puseh, dan Dalem yang
dipersembahkan kepada Brahma, Wisnu dan Syiwa bersama-sama. Disamping itu ada
pura yang bersifat regional yang disebut 'Kahyangan Jagad' (tempat suci
dunia), seperti pura Besakih, Batur, Lempuyang Luhur, Gua Lawah,
Uluwatu, Batukara, Pusering Jagad, Pulaki, Tanah Lot, dan Sakenan.
Dari seluruh pura ini, pura Besakih di lereng gunung Agung adalah yang
terbesar. Kuil-kuil diisi Meru (pagoda) yang biasanya beratap ganjil
jumlahnya dan maksimum sebanyak 11 buah dan biasanya digunakan untuk
menghormati dewa-dewi atau nenek-moyang tertentu.
Agama Hindu Bali adalah agama
upacara dimana agama dituturkan dari generasi-ke-generasi yang diperkuat dengan
persembahan kepada dewa-dewi setiap hari, dan khususnya pada hari-hari tertentu
ada persembahan untuk mengingat hari raya tertentu, dan juga untuk pergi ke
kuil secara berkala. Setiap perayaan penting selalu didahului upacara agama
untuk mengusir roh-roh jahat. Demikian juga, bencana alam (termasuk pengeboman
di legian-Kuta) harus disucikan dengan upacara doa. Hindu Bali menyembah dewa
tertinggi yang disebut Sang Hyang Widi sebagai manifestasi dewa matahari Syiwa
Raditya.
D. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Hindu di Indonesia di Bali
Perkembangan
agama Hindu ke Bali diperkirakan sebelum abad ke 8 hingga ke 10. Hal ini
dibuktikan dengan penemuan Ye Te matra Buddha yang menyebutkan tentang Siva
Sidarrhartha di Pejeng. Lebih jauh mengenai perkembangan berikutnya tentang
Siva Buddha ini, Siva lebih menonjol. Keteranangan lebih jelas termuat dalam
prasasti Sukawana A. 1 dan rontal Bhuvana Tattva Maharesi Markandeya yang
menceritakan sampai pada pendirian Pura Besakih memakai dasar Panca Dhatu.
Perkembangan
Agama Hindu di Bali berlangsung dari masa Bali Kuno hingga sekarang mengalami
kepesatan. Pada masa Bali kuna diawali dari pemerintahan raja suami istri
antara Dharmodayana Varmadeva dengan Gunapriya Dharmapatni (putra Mpu Sendok)
dari Jawa Timur, luluh bersatu dan mencapai puncaknya. Saat itu pula ke Bali
dating Mpu Kuturan, ditugaskan menata kehidupan beragama, menegakkan dharma dan
sisti kemasyarakatan, hingga Bali menjadi aman dan tertib.
Perkembangan
agama Hindu pada masa Bali pertengahan sampai masa Bali Baru diawali jatuhnya
kerajaan Bali Kuna, sehingga terjadi kekosongan pimpinan di Bali, kemudian
terbentuk majelis umat Hindu yang tertinggi bernama Parisada Dharma Hindu Bali.
Perkembangan
agama Hindu pada masa bali pertengahan diawali dari pemerintahan Sri Krsna
Kepakisan beristana di Samprangan. Kemudian diganti oleh Dalem Waturenggong
mencapai puncak keemasannya, karena diangkatnya pendeta istana yang bernama
Dang Hyang Nirartha, banyak jasanya dalam perkembangan agama Hindu di Bali.
Dalam
masa Bali baru, perkembangan agama Hindu menjadi tidak terkoordinasi karena
belum ada badan yang tunggal, sehingga perkembangannya menjadi beraneka ragam.
Perkembangan penghayat keagamaan banyak bermunculan dan terakhir terangkum
dalam wadah Parisada Dharma Hindu Bali.
Perkembangan
agama Hindu di Bali pada masa kemerdekaan khususnya pada bidang dharma negara,
mengalami masa pelik, karena mengubah tata cara kehidupan umat tetapi tidak
mengubah keyakinan terhadap agama yang dipeluknya. Perkembangan hidupnya agama
Hindu mengalami pasang surut, karena adanya KUAP ( Kantor Urusan Agama Pusat)
dan KUAD (Kantor Urusan Agama Daerah) pada saat terbentuknya propinsi
Administrasi Nusa Tenggara selaku INstansi teknis, tidak diperuntuhkan pada
umat Hindu.
Kemudian
muncullah penumpasan G 30 S PKI yang dapat mendorong peningkatan kehidupan umat
beragama dan akhirnya berhasil diwujudkan adanya Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Hindu dan Buddha di Departemen Agama Pusat sejak Tahun 1967, yang
dipandang wajar untuk memberikan tuntunan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
di daerah-daerah sampai ketingkat Kabupaten
Selain
itu juga keputusan-keputusan Pesamuhan dan Maha Sabha Parisada Hindu Dharma
dapat dilaksanakan dengan baik
Sebagai
wujud nyata hasil-hasil dalam dharma agama juga dapat dicapai melalui pendirian
Kantor Agama di daerah Bali, pendirian sekolah PGAH, Mahavidya Bhavana Institut
Hindu Dharma, Parisada dan Perhimpunan Penghayat keagamaan yang kesemuanya itu
merupakan indicator adanya suatu perkembangan bagi kehidupan umat Hindu di Bali
maupun di seluruh Indonesia.
Selanjutnya
pembinaan-pembinaan melalui penyuluhan-penyuluhan ke desa-desa hingga dapat
terpadu dengan pemerintah melalui berbagai program=program pembangunan yang
selalu dikaitkan dengan keagamaan. Buku-buku tuntunan telah dapat diterbitkan,
namun jumlahnya masih sangat terbatas adanya
Berikutnya
setelah jaman kemerdekaan diperoleh, barulah kemudian pada tanggal 3 Januari
1946 Departemen Agama Republik Indonesia berdiri, sebagai salah satu bentuk
jaminan pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dengan adanya
pemekaran struktur organisasi Deraptemen Agama , maka dapat dirasakan telah
dapat memberikan pelayanan kepada semua umat beragama, termasuk umat Hindu di
Indonesia.
Pembinaan
untuk umat Hindu di luar Bali ditangani oleh Pembimbing Masyarakat Hindu yang
ada pada masing-masing Kantor Wilayah Departemen Agama setempat. Dan kini
hamper seluruh provinsi di Indonesia telah terdapat umat Hindu secara tersebar
akibat pemerataan pembangunan dan program transmigrasi sehingga
pendidikan-pendidikan formal untuk mendalami ajaran agama Hindu juga mulai
berkembang, dengan berdirinya sekolah PGA Hindu di wilayah Jawa, Lampung dan
Kalimantan Tengah. Untuk pembinaan keumatan dilakukan pada masing-masing pura
pada saat mereka melaksanaan upacara-upacara seperti hari-hari raya besar yang
lainnya seperti Galungan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi dan lain sejenisnya.
Tempat-tempat
suci keagamaan hamper di seluruh Indonesia telah ada sesuai dengan perkembangan
umat Hindu di seluruh wilayah Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah
pertumbuhan dan perkembangan agama Hindu di Indonesia pada masa kerajaan
berlangsung dengan sangat mudah dan cepat, hal itu dikarenakan terdapat
banyaknya persamaan antara ajaran agama Hindu dengan kepercayaan masyarakat
Indonesia pada waktu itu. Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada abad
ke-4 Masehi, Jejak-jejak pertumbuhan Hindu di Indonesia di temukan di
Kalimantan Timur (Kutai, abad ke-4), Bali, dan Jawa Barat (Purnawarman, abad
ke-5). Ada dua sumber yang dapat dijadikan acuan untuk memahami perkembangan
agama Hindu di tahap awal Nusantara (baca: Indonesia), yaitu prasasti dan
bangunan suci (candi) yang erat kaitannya dengan kerajaan Hindu pada waktu itu.
Sejarah
agama Hindu di Indonesia pada masa penjajahan smakin memperkeruh suasana,
karena waktu itu kerajaan Hindu sudah banyak di runtuhkan oleh
kerajaan-kerajaan yang beragama Islam. Di Bali, kedatangan belanda menjadikan
catur wangsa semakin kuat sebagai kasta ala Bali. Pada zaman Jepang didirikan
Paruman Pandita Dharma yang bertujuan untuk mempersatukan berbagai paham
keagamaan yang terdapat di Bali. Pada waktu itu agama yang dianut oleh
masyarakat Bali adalah agama Siwa Raditya atau agama Sang
Hyang Surya (sesuai dengan dewa yang dipuja masyarakat Jepang). Aagama
Tirta (air) muncul pada zaman kedudukan Belanda di Indonesia, karena agama ini
menyembah Siwa dan Budha, dan umumnya upacara yang diadakan oleh agama Tirta
menggunakan air suci. Sekarang nama resmi agama ini adalah agama Hindu Dharma.
DAFTAR PUSTAKA
_______, Pebandingan Agama, dalam internet,
From www.sarapanpagi.org/perbandingan-agama-vt2431.html?sid=7ff91da1ee6d1e1eededfa3e9c6efa35, 30 Oktober 2012
_______, Perkembangan Kerajaan Hindu-Budha
di Indonesia,dalam internet, From http://history55education.wordpress.com/2011/07/20/perkembangan-kerajaan-hindu-budha-di-indonesia/, 30 Oktober 2012
_______, Sejarah Agama Hindu di Indonesia, dalam
internet, From http://kmhd.lk.ipb.ac.id/2010/11/06/sejarah-agama-hindu-di-indonesia/, 30 Oktober 2012
_______, Sejarah, Teologi dan Etika
Agama-Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hl:6-10
Agama Hindu merupakan agama yang pupuler di Indonesia pada abad pertengahan
BalasHapus